PENGORGANISASIAN MASYARAKAT DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Pendahuluan
Istilah Community Organizing (CO) masih
dipergunakan pada lembaga pendidikan di Indonesia maupun di Negara-negara lain.
Tulisan ini akan menguraikan 4 poin tentang Community Organizing dan Community Development (CD), yakni (1) Perubahan alur pemikiran CO ke arah intervensi
komunitas, (2) Kritik terhadap CO, (3) Salah satu penerapan intervensi
komunitas dalam bentuk kegiatan pengembangan masyarakat, dan (4) Penerapan
kegiatan pengembangan masyarakat dalam kaitannya dengan pemikiran CO. Keempat
pokok ini akan dibahas dalam dua sub-judul di bawah ini.
Pengorganisasian Masyarakat
1. Definisi Pengorganisasian
Masyarakat
Pengertian Pengorganisasian Masyarakat dapat ditemukan dalam
tulisan Dave Beckwith & Cristina Lopez (1997), yang dikutip oleh Wicaksono
& Darusman (2001), CO dapat didefinisikan sebagai :
“Proses membangun kekuatan dengan melibatkan konstituen sebanyak
mungkin melalui proses menemukenali ancaman yang ada secara bersama-sama,
menemukenali penyelesaian-penyelesaian yang diinginkan terhadap ancaman-ancaman
yang ada; menemu-kenali orang dan struktur, birokrasi, perangkat yang ada agar
proses penyelesaian yang dipilih menjadi mungkin dilakukan, menyusun sasaran
yang harus dicapai; dan membangun sebuah institusi yang secara demokratis
diawasi oleh seluruh konstituen sehingga mampu mengembangkan kapasitas untuk
menangani ancaman dan menampung semua keinginan dan kekuatan konstituen yang
ada.”
Pengorganisasian masyarakat di sini dimengerti sebagai suatu
proses pembangunan kekuatan yang melibatkan berbagai pihak dalam menggali
persoalan yang terjadi di masyarakat dengan potensi-potensi yang ada dan
melakukan intervensi agar terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. Ada tiga
hal yang terkait dalam pengertian pengorganisasian masyarakat ini, yakni (1)
ada persoalan dan potensi untuk penyelesaian masalah, (2) intervensi ke arah
perubahan, dan (3) pihak yang terkait dalam intervensi masyarakat.
Persoalan dalam masyarakat berkaitan dengan
kebutuhan-kebutuhannya dan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut. Karena
itu, kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu diidentifikasi dan dikembangkan lebih
lanjut secara bersama-sama untuk pemenuhannya (Munif, 2009).
Intervensi ke arah perubahan yang lebih baik tentunya perlu
diperhatikan perihal strategi dan pendekatan pengorganisasian, kriteria proses
pengorganisasian, prinsip dasar pengorganisasian, dan tahapan kegiatan dalam
proses pengorganisasian masyarakat (Wicaksono dan Darusman, 2001). Strategi dan
pendekatan pengorganisasian masyarakat menggunakan pendekatan proses yang
partisipatif; pendampingan yang intensif dan berkelanjutan; pengembangan media
komunikasi yang murah, mudah, dan bisa dimanfaatkan; penguatan simpul belajar
untuk mengembangkan masyarakat sipil yang dinamis; dan mengutamakan potensi
masyarakat setempat. Sementara kriteria dalam proses pengorganisasian
masyarakat meliputi berakar pada sosio kultural; perencanaan, pelaksanaan dan
monitoring bersama dengan masyarakat secara partisipatif; adanya penghormatan/
pengakuan hak-hak dan martabat orang kampung; fungsi dan manfaat SDA yang
berkelanjutan; mengutamakan prakarsa masyarakat untuk transformasi; dan yang
upaya bertahap dan konsisten. Prinsip-prinsip dasar dalam pengorganisasian
masyarakat adalah berpihak dan mementingkan komunitas; pendekatan holistik,
tidak kasuistik; bersikap independen dan mengembangkan rasa empati; adanya
pertanggungjawaban pada rakyat; ada proses saling belajar; kesetaraan; anti
kekerasan; mendorong komunitas untuk berinisiatif; musyawarah sebagai media
komunikasi pengambilan keputusan dan menghindari intervensi; berwawasan
ekosistem; dan praxis. Tahapan kegiatan dalam proses pengorganisasian masyarakat
dapat meliputi melebur dengan masyarakat; (informasi awal, membangun kontak
person, menjalin pertemanan, memberitahukan kedatangan, terlibat sebagai
pendengar, terlibat aktif dalam diskusi, ikut bekerja bersama-sama, monitoring
dan evaluasi); penyidikan sosial (survey : data primer dan sekunder, analisis
sosial, dokumentasi, publikasi, monitoring dan evaluasi); merancang kegiatan
awal (mengumpulkan isu, musyawarah bersama, indentifikasi masalah dan potensi,
menentukan agenda bersama, dokumentasi proses, monitoring dan evaluasi);
implementasi kegiatan (sesuai dengan kesepakatan hasil musyawarah pada tahap
sebelumnya) contoh kegiatan: dialog, pelatihan, unjuk rasa, negosiasi, dll.;
pembentukan organisasi rakyat; monitoring dan evaluasi; dan refleksi-aksi.
Pengorganisasian masyarakat ini
juga dikenal sebagai proses pekerjaan sosial (Sisworaharjo, 2012). Sebagai
proses pekerjaan sosial, CO menggambarkan proses pekerjaan sosial yang sangat
mendasar, dipergunakan untuk mencapai tujuan dasar yang sama (the same basic objectives), dan mempergunakan
metode-metode yang sama, sebagaimana casework dan group work.
1.
2. Perubahan alur pemikiran CO ke
arah intervensi komunitas
Pengertian pengorganisasian masyarakat (CO) seperti yang
digambarkan di atas tentunya memiliki perkembangan alur pemikiran seiring
dengan konteks situasi kemasyarakatan (Sisworaharjo, 2012). Pada masa yang
lalu, sebagaimana konselor keagamaan, mereka mengetahui masalah dan bagaimana
mengatasinya sebelum mereka sampai pada masyarakat yang akan menjadi
sasaran/tanggungjawabnya. Namun dalam perannya kemudian dikembangkan dasar
pemikiran dan alat dalam ilmu-ilmu sosial untuk memahami di mana dan bagaimana
perubahan dapat dilakukan dengan sesedikit mungkin dampak negatifnya, dan
dengan dukungan yang sebesar-besarnya dari masyarakat dalam CO. Disadari bahwa
masyarakat sendiri harus berjuang dan bertahan untuk menangani kebutuhannya.
Sementara itu mereka juga menangani masalah-masalah yang kemudian timbul.
a) Perkembangan istilah
Adi (2008: 203-216) menguraikan
latar belakang kehadiran model intervensi pengembangan masyarakat (CD) sambil
merujuk pada Brokensha dan Hodge (1969) dan sejarah pengorganisasian masyarakat
di Amerika (Cox dan Garvin, 1987). Model intervensi pengembangan masyarakat
berkaitan erat dengan disiplin Ilmu Pendidikan (education) dan Ilmu
Kesejahteraan Sosial (social welfare). “Sejarah
perkembangan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari pengalaman bangsa Inggris
mengembangkan daerah koloni mereka. Istilah pengembangan masyarakat
didefinisikan dan diadopsi pada tahun 1948 untuk menggantikan istilah
“pendidikan massa” (mass education)” (Adi, 2008: 203). Istilah
“pengembangan masyarakat” kemudian dirumuskan sebagai “Suatu gerekan yang
dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui
partisipasi aktif dan jika memungkinkan, berdasarkan inisiatif masyarakat…. Hal
ini meliputi berbagai kegiatan pembangunan di tingkat distrik, baik dilakukan
oleh pemerintah ataupun lembaga-lembaga nonpemerintah …. [pengembangan
masyarakat] harus dilakukan melalui gerakan yang kooperatif dan harus
berhubungan dengan bentuk pemerintahan lokal terdekat” (Brokensha dan Hodge,
dalam Adi, 2008: 204-205).
Pemerintah kolonial Inggris kemudian mengadopsi definisi tahun
1948 tersebut dan meredefinisi secara lebih singkat ketika mereka
memperkenalkan konsep pengembangan masyarakat di Malaysia. Pengembangan
masyarakat didefinisikan sebagai “suatu gerakan yang dirancang guna
meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat melalui partisipasi aktif dan
inisiatif dari masyarakat.” (Adi, 2008: 205).
b) Faktor tempat (place)
Selain di Inggris, awal dari
pengembangan masyarakat ditemukan juga di Amerika Serikat. Menurut Brokensha
dan Hodge (1969, dalam Adi, 2008: 206), pengembangan masyarakat bersumber dari
disiplin ilmu pendidikan, terutama perluasan pendidikan di tingkat pedesaan (rural extension program) yang diperkenalkan pada akhir
abad ke-18. Program pada masa itu berfokus pada pendidikan pertanian karena
banyak warga Amerika yang tinggal di pedesaan. Apabila dikaitkan dengan Ilmu
Kesejahteraan Sosial, Brokensha dan Hodge lebih melihat bahwa pengorganisasian
masyarakat (community organization) lebih banyak diterapkan di
perkotaan.
Berdasarkan sejarah di atas, maka
terlihat perbedaan antara pengorganisasian masyarakat (CO) dan pengembangan
masyarakat (CD). Perbedaannya terdapat pada faktor tempat (place), di mana pengorganisasian masyarakat (CO) lebih
mengarah ada daerah perkotaan (yang relatif sudah berkembang) dan pengembangan
masyarakat (CD) lebih mengarah pada daerah pedesaan (masyarakat relatif belum
berkembang).
c) Faktor tenaga profesional
Sejarah pengorganisasian
masyarakat di Amerika menggambarkan bahwa secara historis, perkembangan
pengorganisasian masyarakat (CO) di Amerika Serikat telah diawali sejak tahun
1865 (Cox dan Garvin, 1987, dalam Adi, 2008:206-207). Pada saat itu, kegiatan
komunitas telah melibatkan tenaga profesional yang bekerja sama dengan
masyarakat dari komunitas lokal (indigenous).
Pada periode 1865 – 1914 (periode
perang saudara/civil war dan awal perang dunia I), industrialisasi berkembang pesat dan
mengakibatkan terjadinya urbanisasi, masalah imigrasi, dan kependudukan. Aktivitas
pengorganisasian masyarakat pada periode ini dilakukan oleh individu ataupun
institusi tertentu, seperti charity organization societies, yang bergerak dalam bidang sosial ekonomi kelompok miskin, dan
reformasi sosial melalui settlement houses. Pada periode
1915 – 1929 (pasca Perang Dunia I) terjadi lonjakan urbanisasi dan sektor
industry yang potensial, serta semakin meningkatnya konflik sosial, dan muncul
krisis yang berkaitan dengan kebebasan masyarakat (civil liberties).
Pada periode ini institusi yang bergerak di bidang pengorganisasian masyarakat
mengalami peningkatan dan terjalin kerjasama antar-institusi. Kebutuhan lembaga
terhadap pendanaan pun mengalami peningkatan, seperti Community Chest, United Fund, dancouncil of social agencies yang kemudian beralih menjadi community welfare council. Perkembangan
profesi di bidang pengorganisasian masyarakat pada periode ini mulai menjadi
jelas, antara lain dengan dibuatnya buku “Community Organization)
oleh Hart, yang pada abad ke-20 masih didominasi oleh pelatihan tenaga caseworker. Pengorganisasian masyarakat kulit hitam mulai muncul
pada periode ini.
Periode 1929 – 1954 terjadi depresi akibat Perang Dunia II yang
berdampak pada meningkatnya angka pengangguran. Penekanan lembaga CO pada
periode ini adalah pada usaha untuk menangani depresi tersebut. CO mulai
beralih dari tingkat lokal (yang lebih bersifat private) ke tingkat regional
maupun nasional (yang lebih bersifat publik) melalui pemerintah pusat. Pada
periode ini tidak banyak inovasi di bidang CO, namun tekanan lebih diarahkan
pada upaya pengembangan kerangka teori atau konseptualisasi pemikiran-pemikiran
yang ada di seputar pengorganisasian masyarakat.
Pada periode 1955 – 1968 mulai
muncul pergerakan pada hak-hak sipil (civil right movement)
yang dipelopori antara lain oleh Martin Luther King Jr., dan timbulnya perang
Vietnam, serta munculnya pergerakan mahasiswa menuntut hak-hak warga sipil.
Perkembangan institusi CO mulai mengarah pada bantuan untuk bidang kesehatan
jiwa (terutama untuk keperluan penelitian), pelatihan tenaga profesional, dan
pembukaan klinik-klinik kesehatan jiwa, bantuan terhadap upaya-upaya preventif
dalam bidang kesehatan mental, penanganan para tunagrahita, para penderita
cacat, dan pengguna alcohol. Program-program yang muncul pada periode ini
adalah perbaikan kota, pembangunan lingkungan rumah, subsidi perumahan, dan
perencanaan regional. Pada periode ini mulai berkembang pemahaman bahwa
pemerintah mempunyai tanggung jawab yang baru terkait dengan pemecahan masalah
maupun penanganan masalah kesejahteraan rakyatnya, dan mulai ada penekanan pada
ideologi demokrasi partisipatif. Perkembangan di bidang profesi dan pendidikan
tenaga professional ditandai dengan berkembangnya pelatihan-pelatihan untuk
praktisi CO. Pada tahun 1969, sekolah pekerjaan sosial mengembangkan program CO
dari 36 (pada tahun 1965) menjadi 48 sekolah. Di samping itu, Asosiasi Nasional
para Pekerja Sosial mulai membuat komite di bidang CO yang menyiapkan dan
mengembangkan bahan-bahan kepustakaan yang dirancang untuk modifikasi
pengetahuan CO.
Periode 1969 dan sesudahnya
merupakan awal fase perkembangan CO yang baru. Hal ini berkaitan dengan situasi
politik Amerika Serikat ketika Nixon memasuki gedung putih. Nixon memberi
dorongan secara lebih lengkap kaitan antara masyarakat (komunitas) dan
perencanaan sosial, yang terwujud dalam program bantuan pengembangan masyarakat
(community development block grant program). Program ini
dikembangkan secara lebih meluas pada masa kepemimpinan Presiden Ronald Reagan
yang terkait dengan filosofinya untuk mengurangi peranan pemerintah, khususnya
pemerintah pusat, dalam penanganan masalah sosial lokal.
d) Intervensi komunitas
Sesudah tahun 1969 pemerintah
pusat mulai mengadakan penarikan bantuan dana untuk banyak kegiatan CO, dan
mulai dihentikannya banyak program pemerintah pusat yang berorientasi pada
komunitas lokal. Kebijakan ini memunculkan kerja sama antara kelompok lokal dan
organisasi regional maupun nasional yang semakin meningkat. Peranan organisasi
nonpemerintah dalam bidang CO pun mulai meningkat. Perkembangan profesi dan
pendidikan professional pada periode ini ditandai dengan semakin ketatnya dana,
penekanan pada keterampilan untuk need assessment, group leadership, budgeting, advokasi, dll.
Pendayagunaan perangkat keras seperti computer dan berbagai macam teknologi
yang terkait dengan manipulasi data dan komunikasi juga semakin canggih.
Sementara itu, para mahasiswa pun diharuskan mempelajari hal-hal yang terkait
dengan manajemen dalam organisasi; mengorganisasi masyarakat lokal (komunitas);
implementasi kebijakan lokal dan regional. Selain itu, pandangan mengenai
keterkaitan intervensi mikro dan makro pun berubah pada berbagai sekolah
pekerjaan sosial, di mana pandangan yang muncul adalah upaya mengubah secara
lebih terpadu melalui perubahan sistem dan partisipasi klien.
3. Kritik terhadap CO
Perkembangan sejarah CO dan CD di atas saling melengkapi, baik
dari yang berkembang dari koloni Inggris (CD) maupun yang berkembang di Amerika
Serikat (CO). Namun, keduanya berkembang dari latar belakang sejarah yang
berbeda. Brokensha dan Hodge (1969, dalam Adi, 2008:216-218) melihat perbedaan
terletak pada dua hal, yakni pada cakupan wilayah, dan pada tahapan proses.
Perihal cakupan wilayah, pengorganisasian masyarakat di Amerika Serikat pada
mulanya lebih banyak berkembang di dalam negeri. Sedangkan untuk bangsa
Inggris, pengambangan masyarakat pada umumnya diujicobakan di negara-negara
koloni seperti Afrika. Sementara pada tahapan proses, proses pengembangan
masyarakat yang dilakukan pemerintah Inggris merupakan respon pragmatis
terhadap kebutuhan yang dirasakan daerah koloni mereka, yang pada dasarnya
merasa kurang mendapatkan layanan yang memadai di bidang pendidikan, kesehatan,
dan kesejahteraan dalam arti sempit. Sedangkan di Amerika, pengorganisasian
masyarakat dimulai pada pengembangan sektor pertanian, yang baru kemudian
bergerak ke masalah perkotaan. Kemudian, keduanya melihat bahwa
pengorganisasian masyarakat sebagai pendekatan lebih tepat digunakan pada
daerah perkotaan, sedangkan pengembangan masyarakat lebih tepat digunakan untuk
daerah pedesaan.
a) Kritikan Dunham dan Milson
Kritikan muncul dari Dunham dan
Milson (Dunham [1958], Milson [1974], dalam Adi, 2008: 218-223). Dunham melihat
bahwa apa yang dikenal sebagai pengembangan masyarakat (community development) di Inggris, di Amerika dikenal
dengan nama peningkatan kondisi masyarakat (community improvement).
Dunham mendefinisikan pengembangan masyarakat sebagai “Berbagai upaya yang terorganisasi
yang dilakukan guna meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat, terutama melalui
usaha yang kooperatif dan mengembangkan kemandirian dari masyarakat pedesaan,
tetapi hal tersebut dilakukan dengan bantuan teknis dari pemerintah atau
lembaga-lembaga sukarela.” Ada 5 prinsip dari Dunham bagi mereka yang berminat
pada CO atau CD: (1) pentingnya kesatuan kehidupan masyarakat, (2) pendekatan
antar-tim dan multi-lapisan, (3) kebutuhan akan community worker yang serba bisa
di pedesaan, (4) pentingnya pemahaman akan pola budaya masyarakat lokal, dan
(5) prinsip kemandirian dalam pengembangan masyarakat.
Sementara itu, Milson melihat
bahwa istilah “pengembangan masyarakat” yag digunakan pada berbagai literature
di Inggris tersebut serupa dengan istilah “pengorganisasian masyarakat” di
Amerika Serikat. Selain itu, Milson melihat soal penggunaan istilah
pengembangan masyarakat di negara sedang berkembang dan di negara yang sudah
berkembang. Pada negara yang sudah berkembang (developed countries),
pengembangan masyarakat tidak terlalu difokuskan pada penyediaan kebutuhan
dasar masyarakat tetapi lebih diarahkan pada mengembangkan proses demokrasi,
memperbaiki proses demokrasi yang ada, dan mengembangkan konklusi logis dari
masalah-masalah yang ada. Tujuan utama pergerakan adalah pengembagan harga diri
(dignity) dan kepuasan partisipasi. Sedangkan pada
negara yang sedang berkembang, fokus perhatian dari pengembangan masyarakat
lebih diarahkan pada peningkatan kesehatan masyarakat, peningkatan kondisi
ekonomi komunitas, pembuatan fasilitas infrastruktur, membangun fasilitas rumah
untuk kelompok ‘miskin’, mengembangkan pendidikan dasar, menengah dan kejuruan,
serta menyiapkan lapangan kerja.
b) Konteks Indonesia
Adi (2008:224) melihat bahwa diskusi tentang CD dan CO di atas
menimbulkan pertanyaan “manakah yang lebih luas, apakah pengorganisasian
masyarakat ataukah pengembangan masyarakat?” Untuk konteks Indonesia, pada
dasarnya ada dua sudut pandang yang terkait dengan pertanyaan di atas, yaitu
(1) pihak pertama, melihat bahwa pengorganisasian masyarakat itu lebih luas
dari pegembangan masyarakat, mereka menggunakan definisi yang dikembangkan
Rothman dan Tropman untuk menggambarkan model intervensi yang dikembangkan oleh
pengorganisasian masyarakat, di mana salah satunya adalah pengembangan
masyarakat (seperti yang didefinisikan pada beberaa negara yang sudah
berkembang); (2) kelompok yang lain menganggap pengorganisasian masyarakat dan
pengembangan masyarakat adalah konsep yang serupa, tetapi diterapkan pada negara
yang berbeda. Mereka yang sependapat dengan hal ini, antara lain menggunakan
penjabaran Brokensha dan Hodge, serta Milson untuk mendukung argumennya.
Melihat konteks Indonesia yang multicultural dan sedang
berkembang, saya melihat bahwa CD lebih tepat untuk masyarakat di pedesaan,
sedangkan CO lebih tepat untuk masyarakat di perkotaan. Masyarakat di pedesaan
lebih diberi tekanan pada pemenuhan kebutuhan dasar dan fasilitas
infrastruktur. Sedangkan masyarakat di perkotaan lebih ditekankan pada aspek advokasi
bagi warga miskin dan kemandirian ekonomi.
4. Penerapan Intervensi Komunitas dalam Kaitan dengan Pengembangan
Masyarakat
Salah satu contoh penerapan intervensi komunitas dalam bentuk
kegiatan pengembangan masyarakat adalah yang dilakukan oleh Pipit Group di
bawah ini.
Pipit Group bukan saja memberikan lapangan pekerjaan dan
pendapatan pajak kepada masyarakat lokal, tetapi juga berperan aktif dalam
semua kegiatan pengembangan masyarakat dan melaksanakan tanggung jawab
lingkungan. Pertambangan Bebatu, nama desa setempat, berada di dua wilayah
kecamatan. Minimal 3% dari keuntungan bersih tahunan kami disumbangkan untuk
kegiatan pengembangan masyarakat lokal. Kami merasa bahwa keterlibatan
masyarakat lokal sama pentingnya dengan penyempurnaan proses pertambangan itu
sendiri. Kami memastikan ketersediaan air bersih dan listrik di kedua desa di
sekitar lokasi pertambangan kami. Selama dua tahun terakhir, Pipit Mutiara Jaya
telah membangun dua gedung sekolah yang berjarak lebih dari 3 km dari jalan di
dalam desa, dan membantu tiga fasilitas rekreasi. Dari keempat upaya perusahaan
kami, lebih dari 40% angkatan kerja saat ini yang beranggotakan 300 orang,
telah kami dipekerjakan oleh perusahaan kami dari wilayah setempat. Memperoleh
berbagai penghargaan dan sertifikat sebagai perusahaan yang memenuhi standar
tertinggi reboisasi dari berbagai lembaga internasional dan mitra, kami bangga
mengumumkan bahwa pertambangan Pipit Bebatu telah berhasil melakukan reboisasi
100% di atas lahan yang telah kami tambang, yang pada tahap pertama telah
memperoleh penghargaan dari departemen kehutanan Indonesia atas habilitasi yang
telah kami selesaikan. Kami juga bangga sebagai anggota Asosiasi Pertambangan
Batubara Indonesia (APBICMA) dan Program Pembangunan Masyarakat Nasional. Dalam
operasi perikanan kami, banyak karyawan kami yang berasal dari masyarakat
lokal. Kami tidak saja memberikan on-the-job training kepada para pekerja lokal
namun juga menawarkan peluang untuk mempelajari kecakapan lain yang diperlukan
dalam kegiatan perusahaan kami. Kecakapan ini bisa berupa cara bagaimana
menjadi operator mesin, pemanen, stocker, atau mempelajari cara mengelola
kegiatan logistik yang berkaitan dengan budidaya udang. Yang terpenting bagi
perusahaan adalah menciptakan dampak positif bagi masyarakat dari kegiatan
usaha kami. Kami merasakan tanggung jawab sosial untuk memastikan bahwa
kehadiran kami bisa lebih memberikan dampak yang positif bagi masyarakat
lokal.
1.
5. Pengembangan Masyarakat Pipit Group dan CO
Pengembangan masyarakat yang
dilakukan oleh Pipit Group di atas masih mengarah pada kepentingan perusahaan,
dan bukan pada masyarakat lokal. Pertanyaannya adalah “Bagaimana nasib
masyarakat selanjutnya apabila Pipit Group telah berhenti beroperasi di wilayah
saat ini?” Pertanyaan ini selalu mengganjal karena berkaitan dengan sustainabilitykehidupan masyarakat di sekitar perusahaan. Tidak
cukup intervensi yang dilakukan untuk kepentingan perusahaan tapi perlu
intervensi yang mempersiapkan masyarakat bila perusahaan berhenti beroperasi.
Kalau tidak demikian, akan muncul masalah sosial yang baru berkaitan dengan
kelangsungan kehidupan masyarakat.
Penutup
Sejarah Pengorganisasian
Masyarakat (CO) dan Pengembangan Masyarakat (CD) telah memberikan inspirasi
bagi intervensi komunitas yang tepat dalam masyarakat, entah di perkotaan
maupun di perdesaan. Masih ada satu hal yang belum dibahas dan dipertimbangkan
untuk intervensi komunitas adalah bagaimana intervensi komunitas yang tepat
untuk masyarakat di pinggiran perkotaan. Masyarakat di pinggiran perkotaan
adalah masyarakat yang sangat rentan karena berada dalam peralihan habitus antara desa dan
kota.
Daftar Pustaka
Adi, Isbandi
Rukminto. 2008. Intervensi Komunitas: Pengambangan Masyarakat sebagi upaya
Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.
Adi, Isbandi
Rukminto. 2007. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas. Jakarta:
Fisip UI Press.
Adi, Isbandi
Rukminto. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Pengantar pada
Pengertian dan beberapa Pokok Bahasan. Jakarta: Fisip UI Press.
Adi, Isbandi
Rukminto. 2002. Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial.
Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.
Bintan. 2010. Pengorganisasian Masyarakat (Community Organizing).http://www.bintan-s.web.id/2010/12/pengorganisasian-masyarakat.html
Munif, A. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat.http://environmentalsanitation.wordpress.com/category/pengorganisasian-dan-pengembangan-masyarakat/
Riadjohani.
2011. Konsep Pengembangan Masyarakat
(Community Development). http://riadjohani.files.wordpress.com/2011/11/1-pengertian-pengembangan-masyarakat.pdf
Sisworahardjo,
Suwantji, SH, MDS. 2012. CO sebagai suatu Proses
Pekerjaan Sosial. Materi Kuliah Pasca Kessos UI.
Sisworahardjo,
Suwantji, SH, MDS. 2012. Sejarah Pengorganisasian
Pengembangan Masyarakat. Materi Kuliah Pasca Kessos UI.
Wicaksono, Ahc.
Wazir dan Taryono Darusman. 2001. Pengalaman Belajar: Praktek Pengorganisasian
Masyarakat di Simpul Belajar. Bogor: Yayasan Puter. (http://rumahiklim.org/wp-content/uploads/2011/08/Catatan-1-Pengalaman-Belajar-Praktek-Pengorganisasian-Masyarakat.pdf).
[1]
Diambil dari - https://amoanselmus.wordpress.com/2012/11/18/community-organizing-co-dan-community-development-cd/
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke situs ini. Silahkan isi komentar/tanggapan anda